04 May 2010

Pengamen

Ada seorang dekat yang pernah bilang,” Daripada ngamen, mending cari kerja!”
Spontan pertanyaan yang muncul di otak saya adalah: “Ngamen itu kerjaan bukan?”
>
Kalau definisi pengemis adalah orang yang minta-minta tanpa melakukan apa-apa, kenapa ada orang yang mengkategorikan pengamen sebagai pengemis?
Bukannya pengamen itu melakukan ‘sesuatu’ sebagai ganti dari uang yang diberikan penduduk-secara sukarela maupun tidak. Mungkin mereka (cuma) nyanyi-biarpun suara cempereng sampe bikin tikus ngacir, maen gitar-biarpun (cuma) genjreng-genjreng nyaring asal-asalan yang bisa bikin penduduk se-kecamatan sakit telinga, mukulin kecekan-biarpun ga ada nada dan bikin anjing tetangga menggonggong harmonis dengan iramanya....
Biarpun apa yang mereka lakukan mungkin ga sesuai sama keinginan yang ‘dimintain-duit’, apakah pengamen itu ngemis?


Orang luar negri (luar Indonesia) bilang: Mereka itu ‘Street Performer’,
Di dalam negri (Indonesia), mereka itu pengamen.
Makin rumit, makin digemari.
Yang sederhana, tidak dihargai.
>
Coba deh tonton pilem-pilem luar angkasa, eh luar negri, ada ga orang-orang yang nyanyi-nyanyi, nari-nari di tengah kota dalam keramaian untuk selanjutnya dimintain sumbangan sukarela setelah pertunjukan usai?
Tapi memang para ‘street performer’ ini harus diakui melakukan aksinya dengan lebih perlente...
Baju rapi mulus, peralatan mengkilap, dan kemampuan pun mungkin tidak umum ditemukan di setiap sudut gang.
Kalau kita artikan secara langsung, ‘street performer’ bisa diartikan ‘artis jalanan’.
Nah lo! Kalau pengamen=’street performer’, dan ‘street performer’=’artis jalanan’, berarti pengamen=’artis jalanan’, dong? (Bisa disejajarkan sama Rhoma Irama dan Chelsea Olivia ga?)


>
Apakah tidak sebaiknya pemerintah kita mencanangkan lokakarya pengayaan untuk para pengamen ataupun kalau bisa semua pengemis atau gelandangan? Sehingga mereka bisa melakukan pertunjukan yang lebih ber-‘kualitas’ dan lebih menarik perhatian penduduk serta menumbuhkan respek penduduk terhadap para ‘performer’ ini. (Lebih perlente, gitu?)
Lebih baik lagi kalau mereka bisa diberikan tempat khusus yang cukup strategis untuk menarik perhatian khalayak, agar mereka tidak perlu lagi merasa terancam dan takut dalam hal peluang dan jaminan mencari nafkah.


Biar sama-sama mencari nafkah,
Kenapa pengamen dinodai, pebisnis dihormati?
>
Semua orang punya hak untuk mencari nafkah, kan?
Hak untuk mengusahakan sesuatu demi ‘mencari sesuap nasi dan segenggam berlian’? (Frasa ini dipinjam dari percakapan kocak di suatu hari yang muram bersama seorang tokoh pendidik yang berarti banyak dalam hidup penulis – red.)
Tapi banyak pengamen yang lagi ‘ngedar’ lari tunggang-langgang keliling rukun warga (R.W.) gara-gara ditangkap basah lalu dikejar sama polisi yang ‘cuma menjalankan tugas’ dikarenakan oleh komplain warga yang merasa terganggu oleh aktivitas mereka. Sementara para pebisnis (direktur, manajer, pekerja-pekerja yang sudah mencapai puncak atau posisi yang cukup menjamin, dll.) yang tajir-borju pake setelan kerja Armani dan Prada, mengendarai Porsche atau Lamborghini selalunya disambut senyum-ramah-siap-sedia petugas-petugas jaga di balik pagar tinggi bangunan pencakar langit yang ‘bebas-pengamen’.
Jangan salah asumsi, saya tidak memiliki konflik ataupun dendam pribadi terhadap para pebisnis (Secara penulis ini juga hidup dari tangan para pebisnis – red.), tetapi pernahkah anda berikan sedikit ruang di waktu dan perhatian anda secuil saja mengenai kehidupan lain yang terjalani di belakang jeruji kenyamanan kita?


>
Terus terang saya tidak pernah banyak berpikir mengenai topik ini. Setiap ada pengamen yang lewat dan mampir di depan rumah saya, selalunya akan saya berikan subsidi seujung-kuku yang SERELANYA. Kalau lagi tidak rela, ya tidak memberi. Padahal berada diantara banyaknya orang yang tidak peduli dan tidak rela, jumlah subsidi per harinya mungkin tidak mencukupi walau cuma untuk beli indomi semangkok. Terima kasih terhadap seorang dekat yang melontarkan pernyataan tersebut di atas, terus terngiang-ngiang di benak saya terhadap pengalaman saya yang terbingung-bingung sepuluh keliling dengan pertanyaan yang muncul setelahnya.
Pada akhirnya saya memutuskan untuk menuangkan pemikiran saya di tulisan ini dengan tujuan mendapatkan pencerahan dari pembaca. (Maksudnya: tolong komennya... Hehehe....)


Catatan: Tulisan ini dibuat tidak sebagai sarana agar penulis terlihat baik dan suka menolong ataupun idealis, tidak juga dimaksudkan untuk mengakusisi atau menyerang pihak-pihak tertentu. Ini hanya merupakan sarana bagi penulis untuk menuangkan pemikiran yang tersimpan di benak dan berbagi pendapat dalam media yang (mudah-mudahan) tepat.




Cheers,
Lina.

No comments:

Post a Comment